Senin, 06 Februari 2012

Harapanku Deritaku :(

entah kenapa, tiba-tiba gue kepikiran tentang masa depan gue.. apalagi kalo ngeliat diri gue yang sekarang ini.. (Madesu)


pertanyaan-pertanyaan tentang gimana gue di masa depan itu kepikiran terus di otak gue. diantaranya,tentang gimana tampang gue di masa depan?? apakah sudah cakep :D ?? (sekarang nggak cakep TT_TT...), gue jadi apa di masa depan? apakah gue bisa jadi orang yang sesuai sama imajinasi gue tentang gue di masa depan? 


apakah gue bisa ngebales jasa kedua orangtua gue walaupun tingal ayahku setelah 1tahun ini di tingal sama bunda ku .tapi ku ingin berusaha membalas semuanya walaupun sedikit???(yah, seorang anak nggak akan mungkin bisa kan ngebales jasa orang tua secara full? i think, u know what i mean). dan.. yang paling gue takutkan adalah.... apakah gue bisa ngedapatin kamu seutuhnya sayang?? nikah? dan menjadi suami yg baik berguna ??


Ok sounds aYYa..


mungkin buat orang yang sekarang lagi punya pacar ataupun pernah ngerasain yang namanya pacaran sih, asik-asik aja. lah gua?????? waktu target gue buat nikah tuh bentar lagi,,,! tinggal beberapa bulan lagi! dan gue bener-bener belom pernah ngerasain experience kayak gitu??


ARRGHHHH!!


sementara waktu terus berjalan.. dan kerjaan gue? cuman ngabisin waktu dengan hal-hal yang sangat teramat teramat sangat tidak berguna! kalian ngga bakal ada yang nganggep "15 jam dari 24 jam itu tidur dan sisanya main game point blank di warnet" itu berguna kah???


haduuuh.... what should i do????!!!!!


I don't want to lose my imagination about the ideals of me in the future!!
but... (sekali lagi..) WHAT SHOULD I DO???? hiks...

Manusia dan Luka

Aku sering merasa kesepian. Selalu. Hidupku cuma terbentuk dari ruang 3×3 meter dengan pendingin ruangan yang sesekali meneteskan air karena bocor. Berkeliling tumpukan kertas yang terserak. Kabel yang semberaut. Air mineral. Dan tisu-tisu bekas yang belum juga masuk ke dalam tong-tong sampah terdekat.

Sore kemarin. Di bawah teduh awan yang mendung, dalam langit yang mulai gelap dan menghitam, kepada seorang teman yang telah aku anggap dekat, aku katakan: AKU KESEPIAN. Aku katakan perasaanku tentang hati orang-orang, mereka yang mendekat saat kita menjadi hebat dan tidak ada yang mengunjungi saat kita bukan lagi apa-apa.
Aku melihat manusia dengan sudut pandang yang sinis. Terkadang ironis. Hiperbola. Personifikasi. Oh, sudahlah, ini kita bukan bercerita tentang majas. Aku melihat manusia sebagai sekelompok makhluk yang hidup dari satu kepentingan kepada kepentingan yang lain. Saat dia perlu, dia hadir, saat tidak, maka semuanya serasa sampah.

Tidak semua memang. Sebagian hadir dalam wujud yang tulus, namun kebanyakan memang demikian praktiknya. Sosokmu ada karena kamu itu dianggap penting.

Kepada temanku itu, aku katakan juga bahwa temanku tidak banyak. Aku tidak tahu harus mengeja nama siapa saat aku berada di dalam lubang sunyi itu. Sedari dulu, aku hidup di dalam dunia yang begitu sepi. Teman-teman terbaikku, tidak hadir dalam jarak yang berdekatan, kecuali cuma sedikit dari mereka.

Aku butuh banyak orang yang berkumpul bersamaku bukan karena mereka sedang membutuhkan aku, namun aku ingin seseorang yang memang menjadikannya aku sebagai teman yang mereka sayangi. Masalahnya adalah aku ini pemalas. Aku malas membina hubungan, aku malas untuk memulai. Aku terlalu takut, gugup, tidak percaya diri untuk mulai memberikan tangan sebagai awal mula persahabatan. Sebangsa, aku ini pecundang.

Di kedai-kedai kopi, saat aku duduk, aku menatap ke mata orang-orang, berusaha mengeja setiap detail retina mereka, melihat tentang masa-masa yang mereka habiskan dalam hidup. Apakah ada kesetiaan di sana, ketulusan, kesetiakawanan. Apakah senyum dan tawa mereka, itu hadir dari sekian tahun persahabatan atau cuma terbentuk dari suatu hubungan yang sarat kepentingan.

Aku iri dengan orang-orang yang hidup dengan banyak teman. Orang-orang yang selalu dibantu oleh kebanyakan orang.

Aku kesepian. Di antara milyaran manusia, mungkin teman baikku cuma mampu dihitung dengan jemari tangan. Aku memang tertutup, tetapi bukan justifikasi bahwa aku tidak membutuhkan orang-orang, terlebih sebenar-benarnya seorang teman.